Gemercik
sungai dan jalanan batu dengan gubuk kecil disisi-sisinya. Disini masih gelap,
bebas melompat ketika pagi hingga senja, selebihnya hanya hidup dengan sisa
lilin yang ada. Aku tak mengerti kenyamanan apa yang mereka dapatkan ditempat
ini, sampai mereka bisa bertahan sangat lama. Tanpa kemajuan, tanpa
pengetahuan. Sama sekali tak tersenggol dengan celotehan-celotehan orang besar
diluar sana. Tidak ada yang peduli dengan “kota”. Kehidupan mereka hanya
tentang bagaimana makan dan tertawa. Mereka seperti hidup dalam tempurung, tak
tau apapun kecuali perhiasan tempurung itu sendiri, dikelilingi sungai mengalir
yang panjang, sungguh sangat “terisolasi.”
Aku berhenti
sejenak dengan wajah anak-anak penuh harap itu. Mereka benar-benar seperti tak
tau apapun.
“Mm~ ada
yang tau nggak nih siapa presiden kita sekarang?”
“Tau tau!”
Seorang anak laki-laki dengan gaya ceria sambil mengangkat satu tangannya dan
melompat.
“Wah.,
hebat. Iya iya, siapa hayoo?”
“Insinyur
Soekarno! Iya kan? Itu yang nenek bilang waktu dia masih hidup.”
Sontak
pikiranku menjadi tak karuan.
“Kamu tau Insinyur Soekarno?"
"Enggak. Kata nenek dia baik, terus gagah."
"Kamu pengen kayak Insinyur Soekarno?"
"Iya! Biar jadi gagah juga, terus pake seragam kayak Insinyur! Kan keren :D"
"Kalo disini
ada Insinyur Soekarno, kamu mau minta apa?”
“Minta buku
sama pensil.”
“Untuk apa?”
“Sekolah..”
Teriak sang anak polos.
Aku rasa
pertanyaanku cukup. Ini adalah tentang bermain gundu di zaman playstation.
0 komentar:
Posting Komentar