Selasa, 24 Maret 2015

Sedikit, Tentang Hujan




Pandanganku terhenti pada pantulan air yang jatuh sangat kencang hingga membentuk mahkota sekilas. Pikiranku melangkah jauh, hanyut bersama aliran air yang kesepian itu. Percikan air yang terbentur keras kedataran itu memenuhi telingaku, membuatku tuli dan memaksaku diam untuk beberapa saat dihadapannya.Inilah saat-saat paling romantis yang dipersembahkan alam untuk lamunan tentang semua hal. Terimakasih Tuhan, hujan itu datang lagi.


Hujan... Aromanya tentang ketenangan yang pernah aku rasakan. Iramanya tentang bahagia yang tak berbatas. Rintiknya tentang hitungan detik setiap keindahan yang hadir. Momennya, tentang apa yang selalu aku tunggu. Aku suka hujan, sangat menyukainya. Aku mencintai hujan dari segala sisinya.
 Hujan adalah anugerah indah yang Tuhan turunkan dengan jutaan tujuan mulia pada setiap tetesnya. Hujan adalah sosok  yang pemberani, sekaligus sosok paling tulus yang pernah aku temui. Bagaimana tidak, ia melakukan perjalanan mengerikan dari tempat yang sangat tinggi, hanya demi sebuah kehidupan. Ia selalu datang kembali meski sakit yang kemarin ia rasakan pun belum sempat bertemu penawarnya. Pernahkah seseorang berpikir mampu menggantikan posisi hujan? Mampu menjadi sosok sekuat hujan?

Meski hujan hadir dengan semua hal menakjubkan yang ia punya, tak jarang orang mengeluhkannya, tak ada yang mau bermain dengannya, ia dijauhi semua orang. Kenapa? Apakah takdir menjadi sesuatu seperti hujan pantas disalahkan?
Sadarkah? Hujanlah yang membuat matahari, bulan dan bintang beristirahat dari tugas yang mereka jalankan setiap hari. Hujan turun membawa seribu warna, pada pelangi, pada bunga-bunga yang mekar. Ia turun mendamaikan dua kelinci yang sedang bertengkar, mengistirahatkan kupu-kupu yang kelelahan pada takdirnya, menciptakan pelukan pada keluarga kecil tupai yang kedinginan, menghanyutkan kepenatan alam akan kesibukan perawatnya dan masih banyak lagi kekeringan yang ia basuh serta kematian yang ia selamatkan.
Sungguh, aku benar-benar kehabisan alasan untuk tidak mensyukuri dan mencintai hujan, seperti kataku sebelumnya.


“Hey hujan, kau turun dari tempat yang belum pernah aku kunjungi. Bukankah kita sudah berteman cukup lama? Jadi, bisakah kau membawaku bermain ke tempat asalmu? Ku mohon.”


1 komentar:

 

Monday Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template